A. Latar Belakang
Pembangunan
kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Dalam kerangka mencapai tujuan tersebut, pembangunan
kesehatan dilaksanakan secara terarah, berkesinambungan dan realistis sesuai
pentahapannya.
Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan
Undang-undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan ketertiban dunia yang
berdasarkan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadialan sosial. Dalam rangka
mencapai cita-cita tersebut diselenggarakan pembangunan nasional di semua
bidang dalam satu rangkaian pembangunan yang menyeluruh, terpadu dan terarah.
Pembangungan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan
nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk
hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan meliputi upaya kesehatan dan
sumber dayanya, harus dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan guna
mencapai hasil yang optimal. Upaya kesehatan yang semula menitikberatkan pada
upaya penyembuhan penderita secara berangsur-angsur berkembang ke arah
keterpaduan upaya kesehatan yang menyeluruh. Oleh karena itu pembangunan
kesehatan, yang menyangkut upaya peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan
penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan
(rehabilitasi) harus dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan, dan dilaksanakan bersama antara Pemerintah dan masyarakat.
Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan dalam dasawarsa terakhir
ini masih menghadapi berbagai masalah yang belum sepenuhnya dapat diatasi. Untuk
itu diperlukan pemantapan dan percepatan melalui Sistem Kesehatan Nasional
sebagai bentuk dan cara penyelenggaraan pembangungan kesehatan yang disertai
berbagai terobosan penting, seperti: pengembangan Desa Siaga, Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas) dan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K).
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) 2009 merupakan penyesuaian SKN
1982 dan SKN 2004. Pada hakikatnya SKN 2004 merupakan bentuk dan cara
penyelenggaraan pembangunan kesehatan dan dimutakhirkan menjadi SKN 2009 agar
dapat mengantisipasi berbagai tantangan perubahan pembangungan kesehatan dewasa
ini dan di masa depan.
Sistem
Kesehatan Nasional adalah suatu tatanan yang menghimpun upaya Bangsa Indonesia
secara terpadu dan saling mendukung , guna menjamin derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti dimaksud dalam
Pembukaan UUD 1945.
Berdasarkan
pengertian bahwa System is interconnected parts or elements in certain
pattern of work, maka di sistem kesehatan ada dua hal yang perlu
diperhatikan, yakni: (1) elemen, komponen atau bagian pembentuk system yang
berupa aktor-aktor pelaku; dan (2) interconnection berupa fungsi
dalam sistem yang saling terkait dan dimiliki oleh elemen-elemen sistem. Secara
universal fungsi di dalam Sistem Kesehatan berdasarkan berbagai referensi
dapat dibagi menjadi (1) Regulator dan/atau stewardship; (2) Pelayanan Kesehatan;
(3) Pembiayaan Kesehatan; (4) Pengembangan Sumberdaya. Aktor-aktor yang ada
adalah pemerintah yang terdiri atas pemerintah pusat, propinsi, dan
kabupaten/kota. Pemerintah berfungsi pula di pelayanan kesehatan dan pembiayaan
kesehatan. Di dalamnya ada halaman khusus untuk manajemen RS pemerintah sebagai
Badan Layanan Umum. Dalam fungsi pengembangan sumber daya manusia, ada pelaku
pemerintah berupa perguruan tinggi kedokteran dan kesehatan.
Perkembangan
hukum kesehatan dan bidang hukum apapun atau
tidak dapat dilepaskan dari sistem hukum yang dianut oleh suatu negara atau
masyarakat. Dalam hubungan perkembangan hukum tersebut tidak lepas dari
perkembangan ilmu-ilmu lain seperti kesehatan (kedokteran) maka dengan
sendirinya hukum kesehatan berkembang seiring dengan perkembangan manusia, maka
hukum kesehatan (public health law)
lebih banyak mengatur hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan atau hukum
kesehatan dapat dibatasi pada hukum yang mengatur antara pelayanan kesehatan
dokter, rumah sakit, puskemas dan tenaga-tenaga kesehatan lain dengan pasien.
Batasan ruang lingkup rumusan pengertian hukum kesehatan ini perlu ditetapkan
oleh sekelompok orang yang mempunyai keahlian dalam bidangnya itu karena akan
berkaitan dengan sistem kesehatan suatu masyarakat dalam negara.
Baik
negara yang menganut hukum kodifikasi maupun negara yang menganut sistem hukum
kebiasaan, hukum kesehatan mempunyai obyek yang sama, yaitu pasien atau
masyarakat yang mendapatkan pelayanan kesehatan. Hukum yang melindungi pasien
inilah yang merupakan obyek atau inti satu-satunya dalam sistem hukum kesehatan
internasional yang berlaku antar bangsa-bangsa yang bertumpu pada asas yang
berbunyi: ”the enjoyment of the highest
annainable standard of health is amount of the fundamented rights of every
human being (dasar kehidupan yang sangat besar dapat dicapai adalah
kesehatan dan merupakan salah satu dasar keberadaan dari setiap orang)”.
Bertolak
dari dasar tersebut maka perkembangan bidang hukum ini di tiap negara tidak
sama, bergantung dari titik berat orientasinya yang berkembang sejalan dengan
perkembangan peradaban manusia. Dilihat dari segi hukum dalam artinya baik
sebagai sesuatu yang adil (keadilan). Struktur dan aturan-aturan maupun sebagai
hak suatu perhubungan konkrit, pada asasnya bila dikaitkan dengan hak-hak dasar
yang melekat pada diri manusia sejak lahirnya.
Hukum
kesehatan yang pada saat ini sebenarnya terbagi atas dua bagian yaitu
diantaranya Hukum Kesehatan Publik (public
health law) dan Hukum Kedokteran (medical
law), untuk hukum kesehatan publik lebih menitikberatkan pada pelayanan
kesehatan masyarakat atau mencakup pelayananan kesehatan rumah sakit, sedangkan
untuk hukum kedokteran lebih memilih atau mengatur tentang pelayanan kesehatan
pada individual atau seorang saja akan tetapi semua menyangkut tentang
pelayanan kesehatan.
Hal
ini telah dijelaskan pada bagian awal dimana mewujudkan masyarakat Indonesia
yang sehat maka adanya pengaturan tentang pelayanan kesehatan dan demi menjamin
hak dari setiap orang yaitu hak untuk hidup yang merupakan salah satu hak asasi
yang dipegang oleh manusia.
Hak
pasien atas pelayanan kesehatan itu bertolak dari hubungan asasi antara dokter
dan pasien yang oleh dunia internasional sudah sejak lama dirisaukan. Kerisauan
ini pula yang telah membuka dimensi baru bagi dirintisnya dan dikembangkannya
cabang Ilmu Hukum Baru yaitu hukum kesehatan. Dengan lahirnya ilmu hukum
kesehatan ini maka dengan demikian bangsa Indonesia mau tidak mau harus membuat
suatu aturan tentang hukum tersebut diantaranya disahkannya Undang-Undang Nomor
23 Tahun 1992 tentang Hukum Kesehatan.
Perkembangan
Hukum kesehatan ini membawa dampak baru pada perkembangan hukum di Indonesia.
Hukum kesehatan di Indonesia akan lebih lentur (fleksibel) dan dapat mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang kedokteran melalui konsensus
para ahli yang mengikatnyan sebagai Norma Etika Profesi dan merupakan kebiasaan
sebagai sumber hukum.
Kebebasan
hakim untuk menafsirkan berdasarkan ketentuan pasal 27 Undang-Undang No. 5
Tahun 1997 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, membuka
dimensi baru bagi perkembangannya. Penafsiran futurologis yang dipicu oleh
perkembangan ilmu pengetahuan hukum melalui doktrin sebagai salah satu sumber
hukum. Oleh karena itu tidak hanya dokter yang wajib mengembangkan ilmunya,
tetapi juga para ahli hukum wajib mengembangkan ilmunya jika tidak mau
dikatakan hukum ketinggalan jauh. Melalui pengkajian dan pendekatan hukum
kedokteran, kesenjangan yang selama ini terjadi di 2 (dua) bidang ilmu yang
tertua itu dapat diatasi. Dalam kaitannya dengan hubungan pelayanan kesehatan
dalam masyarakat modern, dikatakan pada dasarnya hubungan itu bertumpu pada 2
(dua) macam hak dasar yang bersifat individual, yaitu hak atas informasi (the rigth to information) dan hak untuk
menentukan nasib sendiri (the rigth of
self determonation).
Hukum
kesehatan ini berkembang dan merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan baru
terlebih dalam bidang ilmu hukum sebagaimana telah diketahui dari uraian di atas
hingga kini Indonesia menganut sistem hukum kodifikasi tampak dari dasar hukum
yang dapat kita temukan dalam aturan peralihan UU 1945 Pasal II, yang
menyatakan bahwa segala badan negara dan peraturan pemerintah maupun dalam
undang-undang dan hal ini juga sama persis yang diatur dalam Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 99a/Menkes/SK/III/1982 tentang berlakunya Sistem Kesehatan
Nasional sebagai suatu tatanan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesia untuk
meningkatkan kemampuan mencapai derajat kesehatan yang optimal sebagai
perwujudan kesejahteraan umum sebagaimana yang dimaksud dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan sistem yang dinamis dan selalu mengalami
perubahan terhadap kesehatan masyarakat dan berdasarkan pada landasan Idiil
Pancasila serta landasan Konstitusional Undang-Undang Dasar 1945 atas dasar
yang asasi tersebut itulah Hukum Kesehatan Indonesia.
Oleh
sebab itu kita tidak perlu bimbang dan ragu terhadap pengaruh perkembangan
hukum kesehatan di luar negeri. Oleh karena itu hukum kedokteran saat ini yang
mengatur pelayanan kesehatan terhadap pasien, sangat erat hubungannya dengan
masalah-masalah yang akan timbul diantara hubungan perikatan antara dokter dan
pasien, dan atau kelalaian serta kesalahan yang dilakukan oleh dokter, yang
berakibat hukum entah itu hukum perdata maupun pidana sangat erat kaitannya,
dan akhir-akhir ini tampak adanya usaha-usaha untuk menetapkan/menegaskan
kembali fungsi hukum, namun situasi kemasyarakatan secara menyeluruh perlu
perhatian di dalam menilai efektifitas usaha-usaha untuk memulihkan fungsi
hukum kesehatan.
Pelayanan
kesehatan kepada masyarakat merupakan suatu hal yang sangat penting, sehingga
sangat diperlukan suatu kehati-hatian dan keprofesionalisme dari seorang tenaga
kesehatan, untuk menunjang program pemerintah dalam mewujudkan indonesia sehat
2010 maka sangat diperlukan tenaga kesehatan yang lebih profesional dan
bertanggung jawab dalam bidang pelayanan kesehatan.
B. Permasalahan
Dengan
merujuk pernyataan di atas maka penulis mencoba mengkaji permasalahan “Sistem
Kesehatan Nasional (SKN) 2009 ditinjau dari Hukum Kesehatan”.
C. Hukum
Kesehatan dan Sistem Kesehatan Nasional
Pada sisi yang lain tampak banyak kesulitan bahkan terasa
terdapat lingkaran permasalahan yang simpang siur pengamatannya. Sejarah hukum
sendiri oleh banyak para ahli mengasumsikan bahwa hukum sebagai satu kesatuan
dengan masyarakat sehingga ada beberapa pakar hukum mengatakan hukum itu
identik dengan kehidupan sosial masyarakat.
Bertolak dari penjelasan tersebut maka Parsons dalam
teorinya tentang sistem sosial bahwa sistem interaksi manusia itu sebetulnya
“menyimpan potensi yang mengarah ke timbulnya konflik dan keberantakan sosial
sehingga menimbulkan sengketa atau tuntutan satu sama lain sebagaiman
didalilkan oleh Thomas Hobbes”. Sedangkan Hans Kelsen dalam “pure theory of
law” mengatakan bahwa hukum itu harus dipisahkan dari segala macam bentuk
ide-ide lain yang dapat menganggu eksistensi perkembangan hukum itu sendiri,
sehingga ilmu hukum merupakan ilmu yang lebih murni dan bekerja pada bidangnya
sendiri. Dengan demikian hukum yang telah berkolaborasi dengan ilmu-ilmu lain
melahirkan suatu studi ilmu yang baru dan tidak lepas dari kebebasan ilmu hukum
dan ilmu-ilmu lain yang nantinya merupakan bagian gabungan dari ilmu hukum dan
ilmu kedokteran. Melihat hal tersebut maka hukum kesehatan dalam
perkembangannya tidak lepas dari perkembangan hukum dibidang kedokteran,
kedudukan pengembangan ilmunya dan proyeksinya. Seringkali terdapat keraguan
pemakaian istilah mana yang dapat dipakai untuk memilih istilah hukum
kedokteran ataukah hukum kesehatan ataukah hukum kedokteran kesehatan.
Dalam era reformasi saat ini, hukum memegang peran
penting dalam berbagai segi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Untuk
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang, yang merupakan
bagian integral dari kesejahteraan, diperlukan dukungan hukum bagi
penyelenggaraan berbagai kegiatan di bidang kesehatan. Perubahan konsep
pemikiran penyelenggaraan pembangunan kesehatan tidak dapat dielakkan. Pada
awalnya pembangunan kesehatan bertumpu pada upaya pengobatan penyakit dan
pemulihan kesehatan, bergeser pada penyelenggaraan upaya kesehatan yang
menyeluruh dengan penekanan pada upaya pencegahan penyakit dan peningkatan
kesehatan. Paradigma ini dikenal dalam kalangan kesehatan sebagai paradigma
hidup sehat. Sebagai konsekuensi logis dari diterimanya paradigma hidup sehat
maka segala kegiatan apapun harus berorientasi pada wawasan kesehatan, tetap
dilakukannya pemeliharaan dan peningkatan kualitas individu, keluarga dan
masyarakat serta lingkungan dan secara terus menerus memelihara dan
meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata, dan terjangkau serta
mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
Secara ringkas untuk mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal bagi setiap orang maka harus secara terus menerus dilakukan perhatian
yang sungguh-sungguh bagi penyelenggaraan pembangunan nasional yang berwawasan
kesehatan, adanya jaminan atas pemeliharaan kesehatan, ditingkatkannya
profesionalisme dan dilakukannya desentralisasi bidang kesehatan.
Kegiatan-kegiatan tersebut sudah barang tentu memerlukan perangkat hukum
kesehatan yang memadai. Perangkat hukum kesehatan yang memadai dimaksudkan agar
adanya kepastian hukum dan perlindungan yang menyeluruh baik bagi penyelenggara
upaya kesehatan maupun masyarakat penerima pelayanan kesehatan.
Untuk mengetahui maksud hukum kesehatan, dan landasan
hukum kesehatan perlu dilakukan kajian normatif, kajian yang mengacu pada hukum
sebagai norma dengan pembatasan pada masalah kesehatan secara umum melalui
tradisi keilmuan hukum. Dalam hubungan ini hukum kesehatan yang dikaji dibagi
dalam 3 (tiga) kelompok sesuai dengan tiga lapisan ilmu hukum yaitu dogmatik
hukum, teori hukum, dan filsafat hukum. Selanjutnya untuk memecahkan isu hukum,
pertanyaan hukum yang timbul maka digunakan pendekatan konseptual, statuta,
historis, dogmatik, dan komparatif. Namun adanya keterbatasan waktu maka kajian
ini dibatasi hanya melihat peraturan perundang-undangan bidang kesehatan.
Penggunaan kata kesehatan sendiri muncul dalam penjelasan
umum Undang-Undang No. 9 Tahun 1960, karena selama ini telah dikembangkan
pemikiran baru di bidang kesehatan mengenai keluarga/sosial dalam kaitannya
dengan kependudukan yang ruang lingkup tatanan peraturan hukumnya. Kedudukan
hukum kesehatan menjadi bagian dari pertumbuhan ilmu hukum dan sebagai cabang
dari hukum yang dikemudian hari diharapkan dapat berkembang lebih jauh secara
tersendiri dalam hukum kesehatan yang di dalamnya termasuk perkembangan dalam ilmu
teknologi kedokteran. Kemajuan di bidang hukum kesehatan yang demikian ini
dapat lebih mengikuti perkembangan masyarakat yang lebih modern untuk menunjang
kemajuan teknologi di era globalisasi. Pelayanan Kesehatan Masyarakat pada
tahun 460 SM sampai dengan abad ke-9 sudah ada usaha merasionalisasikan ilmu
kedokteran sebagaimana dilakukan oleh kalangan dokter yang antara lain
dipelopori oleh Hippocrates.
Meskipun demikian arus pandangan yang moralitas dan
paternalistik itu sampai sekarang masih dapat dijumpai baik dari pihak
sipederita maupun sipengobat dalam pengobatan penyakit tertentu. Pekerjaan
pengobatan sepenuhnya berada ditangan sipengobat yang cenderung berdasarkan
pengetahuan kedokteran itu berlaku kekuatan otoriter, karena orang lain
termasuk pasienpun tidak perlu tahu hasil pemeriksaan dan obat yang diberikan
oleh dokter. Bahkan jika terjadi kesulitan untuk pengobatan terhadap suatu
penyakit dapat dianggap sebagai manifestasi bentuk kutukan atau dosa bagi
sipenderita untuk disembuhkan dengan cara ritual. Pandangan kedokteran yang
demikian itu telah berabad-abad menguasai dunia pengobatan.
Dokter pada masa dahulu seolah-olah tidak dapat diganggu
gugat terhadap hasil atau tidak berhasilnya pengobatannya. Perkembangan pada
akhir abad pertengahan (kurang lebih tahun 1500) dan pengaruh renaissance dan
reformasi yang dipelopori para reformis diantaranya Marthin Luther berusaha
membuka jalan kembali secara rasional terhadap kehidupan duniawi berdasarkan
kebebasan berpikir dalam dunia kedokteran dan pengobatannya. Berpikir tentang
kesehatan tidak sekedar urusan pengobatan saja karena pengertian kesehatan
adalah keadaan kesejahteraan dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan
setiap orang hidup dan produktif secara sosial ekonomis.
Kegiatan kesehatan dalam era pembangunan pada dasarnya
menyangkut semua segi kehidupan baik fisik, mental maupun sosial ekonomi.
Dengan demikian sistem kesehatan nasional yang mencakup pemberian pelayanan
kesehatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan harus memahami arti pembangunan
dan kesehatan sehingga perlu orientasi perubahan berpikir tentang kesehatan
masa kini bukan sekedar pengobatan karikatif dan paternalistik. Tenaga
kesehatan harus memahami hal ini.
Pelayanan kesehatan (health
care services) merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan derajat kesehatan baik perseorangan, maupun kelompok atau
masyarakat secara keseluruhan. Menurut Alexandria I. Dewi ”bahwa yang dimaksud
dengan pelayanan kesehatan ialah setiap upaya baik yang diselenggarakan sendiri
atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk meningkatkan dan memelihara
kesehatan, mencegah penyakit, mengobati penyakit dan memulihkan kesehatan yang
ditujukan terhadap perseorangan, kelompok atau masyarakat”. Mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal bagi masyarakat diperlukan wewenang kesehatan yang
berhubungan dengan 4 pendekatan kesehatan dan 15 penyelenggaraan kesehatan.
Pendekatan kesehatan masa sekarang berorientasi pada
hasil kongres kesehatan dunia, yang meliputi penyelenggaraan kesehatan promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Kegiatan pelayanan kesehatan atau
pengobatan bagi masyarakat yang semakin maju ternyata menumbuhkan kebutuhan
hukum dalam berbagai urusan kesehatan. Pelayanan kesehatan pada dasarnya
merupakan hubungan antara pasien atau keluarganya dan dokter/tenaga kesehatan
yang ada di rumah sakit. Masyarakat menganggap pelayanan kesehatan pada
khususnya pengobatan merupakan suatu “therapeutic
miracle (mujizat), namun harus diingat bahwa tindakan medis itu mengandung
suatu ”therapeutic risk”.
Hukum kesehatan merupakan bidang hukum yang masih muda.
Perkembangannya dimulai pada waktu World
Conggres on Medical Law di Belgia pada tahun 1967 dan diteruskan secara
periodik untuk beberapa lama. Di Indonesia perkembangan hukum kesehatan dimulai
sejak terbentuknya kelompok studi untuk Hukum Kedokteran UI/ RS Cipto
Mangukusumo di Jakarta tahun 1982. Perhimpunan untuk hukum kesehatan Indonesia
(PERHUKI), terbentuk pada tanggal 14 April 1986 di Medan.
Hukum kesehatan mencakup komponen hukum bidang kesehatan
yang bersinggungan satu dengan yang lain, yaitu Hukum Kedokteran/ Kdeokteran
Gigi, Hukum Keperawatan Hukum Farmasi Klinik, Hukum Rumah Sakit, Hukum
Kesehatan Masyarakat, Hukum Kesehatan Lingkungan, dan sebagainya.
Adanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan yang telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan adalah merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam mewujudkan suatu
pelayanan kesehatan yang lebih baik bagi masyarakat akan tetapi hal demikian
belumlah kesemuanya diatur secara terinci dalam undang-undang tersebut dampak
dari pelayanan kesehatan disamping itu kedua undang-undang tersebut masih
membahas seputar tentang persyaratan-persyaratan secara administrasi saja.
Pelayanan kesehatan adalah sangat penting bagi setiap
orang memasuki era globalisasi saat ini begitu banyak penyakit yang menyebar
sehingga dalam upaya pencegahan sangat diperlukan kesiapan dari pemerintah dan
masyarakat untuk menanggulagi hal tersebut. Untuk itu sangat diharapkan peran
pemerintah dalam hal ini pengupayaan hukum yang lebih baik dan lebih mengatur
tentang pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Sehubungan dengan penengakan hukum
yang bersifat khusus tersebut diperlukan pengembangan peradilan profesi medis
sesuai dengan semakin berkembangnya upaya pelayanan kesehatan dalam rangka
sistem kesehatan nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Perangkat hukum dan palayanan hukum jika harus sedemikian rupa sesuai dengan
ilmu pengetahuan dan teknologi hukum, agar tidak menghambat sistem kesehatan
dan pelayanan kesehatan. Untuk itu perlu diperluas jaminan atau perlindungan
bagi profesi kesehatan beserta sarana kesehatannya agar tidak muncul defensive
medicen yang dapat merugikan masyarakat dari akibat kelemahan hukum yang kurang
memadai terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.
D. Pembahasan
Hukum adalah merupakan salah satu produk
hubungan-hubungan dan perimbangan-perimbangan kemasyarakatan maka di dalam
proses penciptaan dan perkembangannya ia ditentukan oleh sejarah sejumlah aspek
hubungan-hubungan dan perimbangan tersebut.
Perkembangan hukum dan kesehatan dapat dilihat dari
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan sendirinya hukum harus bisa
membiasakan dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan tersebut, dari
abad ke abad kehidupan manusia sering mengalami perubahan yang sangat cepat
demikian halnya dengan kesehatan memasuki zaman modern sekarang perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi dengan begitu cepat berdampak pada perubahan
kondisi sosial masyarakat serta peran serta hukum dalam mengatur kehidupan
masyarakat.
Semakin meningkatnya peranan hukum dalam pelayanan
kesehatan antara lain disebabkan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan
pelayanan kesehatan, meningkatnya perhatian terhadap hak yang dimiliki manusia
untuk memperoleh pelayanan kesehatan, pertumbuhan yang sangat cepat di bidang
ilmu teknologi kedokteran dihubungkan dengan kemungkinan penanganan secara
lebih luas dan mendalam terhadap manusia, adanya spesialisasi dan pembagian
kerja yang telah membuat pelayanan kesehatan itu lebih merupakan kerjasama
dengan pertanggungjawaban di antara meningkatnya pembentukan lembaga pelayanan
kesehatan.
Dengan demikian, adanya gejala seperti itulah yang
mendorong orang untuk berusaha menemukan dasar yuridis bagi pelayanan
kesehatan. Lagi pula, perbuatan yang dilakukan oleh para pelaksana pelayanan
kesehatan itu sebenarnya juga merupakan perbuatan hukum yang mengakibatkan
timbulnya hubungan hukum, walaupun hal tersebut seringkali tidak disadari oleh
para pelaksana pelayanan kesehatan pada saat dilakukan perbuatan yang
bersangkutan.
Sistem Kesehatan Nasional adalah suatu tatanan yang
menghimpun upaya Bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung , guna
menjamin derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai perwujudan
kesejahteraan umum seperti dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945.
Pelayanan kesehatan itu sebenarnya tidak hanya meliputi
kegiatan atau aktivitas profesional di bidang pelayanan kuratif dan preventif
untuk kepentingan perorangan, tetapi juga meliputi misalnya lembaga
pelayanannya, sistem kepengurusannya, pembiayaannya, pengelolaannya, tindakan
pencegahan umum dan penerangan. Pemahaman tentang timbulnya hubungan hukum
dalam pelayanan kesehatan perorangan atau individual yang disebut pelayanan
medik, dasar hukum hubungan pelayanan medik, kedudukan hukum para pihak dalam
pelayanan medik dan resiko dalam pelayanan medik.
Timbulnya hubungan hukum dalam pelayanan medik dapat
dipahami, jika pengertian pelayanan kesehatan, prinsip pemberian bantuan dalam
pelayanan kesehatan, tujuan pemberian pelayanan kesehatan dapat dipahami
sebagai memberikan rasa sehat atau adanya penyembuhan bagi si pasien. Dalam hal
ini antara hubungan hukum yang terjadi antara pelayan kesehatan di dalamnya ada
dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang berkompoten, sehingga terciptanya
hubungan hukum yang akan saling menguntungkan atau terjadi kerugian.
Pelayanan kesehatan masyarakat dalam Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dalam pasal 52 ayat (1) mengatakan bahwa
Pelayanan Kesehatan terdiri atas : Pelayanan kesehatan perseorangan ; dan
Pelayanan kesehatan masyarakat. Sangat jelas dalam undang-undang mengatur hal
tersebut merujuk dari pasal tersebut dalam pasal selanjutnya yaitu dalam pasal
53 ayat (2) lebih tegas juga mengatakan bahwa “pelayanan kesehatan masyarakat
ditujukan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit
suatu kelompok dan masyarakat”, hal ini sangat jelas bahwa dalam keadaan bagaimanapun
tenaga kesehatan harus mendahulukan pertolongan dan keselamatan jiwa pasien.
Pelayanan kesehatan menurut Undang-Undang No. 36 Tahun
2009 Seperti dalam penjelasan diatas bahwa dalam memberikan pelayanan kesehatan
baik itu perseorangan maupun masyarakat sangat dijamin dalam Undang-Undang No.
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dalam beberapa pasal sangat jelas ditegaskan
bahwa untuk menjamin kesehatan masyarakat maka pemerintah mengupayakan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam upaya mencapai Indonesia yang sehat
pada tahun 2010 ini. Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah baik
itu berupa penyediaan fasilitas pelayanan kasehatan, penyediaan obat, serta
pelayanan kesehatan itu sendiri.
Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang diberikan oleh pemerintah
dalam upaya menjamin kesehatan masyarakat. Fasilitas pelayanan kesehatan
menurut jenis pelayanannya terdiri atas : Pelayanan Kesehatan Perseorangan
Pelayanan Kesehatan Masyarakat. Pelayanan kesehatan perseorangan ini
dilaksanakan oleh praktek dokter atau tenaga kesehatan yang di bantu oleh
pemerintah baik daerah maupun swasta.
Dalam pelayanan kesehatan perseorangan ini harus tetap
mendapat izin dari pemerintah sesuai dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, seperti yang termaktub di dalam pasal 30 ayat (1), (2) dan
(3). Yaitu : 1. Pasal 30 ayat (1) : Fasilitas Pelayanan Kesehatan, menurut
jenis pelanyanannya terdiri : a. Pelayanan Kesehatan Perseorangan; dan b.
Pelayanan Kesehatan Masyarakat. 2. Pasal 30 ayat (2) Fasilitas pelayanan
kesehatan sebagamana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Pelayanan kesehatan
tingkat pertama; b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua; dan c. Pelayanan
kesehatan tingkat ketiga. 3. Pasal 30 ayat (3) Fasilitas pelayanan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pihak pemerintah,
pemerintah daerah dan swasta. Fasilitas pelayanan kesehatan wajib, membeikan
akses yang luas bagi kebutuhan penelitain dan pengembangan di bidang kesehatan,
dalam hal demikain fasilitas pelayanan kesehatan akan memberikan pelayanan
kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih
dahulu, dalam keadaan darurat fasilitas pelayanan kesehatan baik swasta maupun
pemerintah wajib untuk melayani pasien tanpa memandang siapa pasien tersebut,
hal ini dalam undang-undang melarang bagi siapa saja yang terlibat dalam
pelayanan kesehatan menyia-yiakan pasien dalam keadaan darurat untuk menolak
pasien atau meminta uang muka sebagai jaminan.
Pelayanan kesehatan adalah kegiatan dengan melakukan
pendekatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Dalam pelayanan
kesehatan perseorangan sesuai dengan pasal 30 ayat (1) adalah ditujukan untuk
menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan dan keluarga.
Sedangkan pelayanan kesehatan masyarakat adalah ditujukan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit suatu kelompok dan masyarakat.
Pelayanan kesehatan ini adalah mendahulukan pertolongan
keselamatan nyawa pasien dibandingkan kepentingan lainnya. Penyelenggaraan
pelayanan kesehatan dilaksanakan secara bertanggungjawab, aman, bermutu serta
merata dan nondiskriminatif, dalam hal ini pemerintah sangat bertanggung jawab
atas pelayanan kesehatan, serta menjamin standar mutu pelayanan kesehatan.
Dengan demikian sangat jelaslah bahwa dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan
pemerintah sangat peduli dengan adanya ketentuan-ketentuan yang berlaku menurut
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan maka hak-hak pasien sebagai
penerima pelayanan kesehatan tersebut dapat terlindungi.
E. Kesimpulan
Tujuan pembangunan kesehatan hanya dapat dicapai bila
didukung oleh kerjasama dengan semangat kemitraan antar semua pelaku
pembangunan, baik pemerintah secara lintas sektor, pemerintah pusat dan daerah,
badan legislatif dan yudikatif, serta masyarakat, termasuk swasta. Dengan
demikian, penyelenggaraan pembangunan kesehatan dengan dukungan SKN dapat
dilaksanakan dengan berhasil guna dan berdaya guna dengan interaksi,
interelasi, serta keterpaduan berbagai upaya yang dilakukan oleh semua pelaku
SKN.
Penetapan SKN dimaksudkan untuk memberikan arah bagi
setiap pelaku upaya atau pelayanan kesehatan sesuai dengan kondisi lingkungan
masing-masing instansi dan institusi. Dalam pelaksanaannya, seluruh pelaku
harus memegang teguh prinsip-prinsip umum SKN dan prinsip dasar masing-masing
subsistemnya, tetapi juga harus realistis dengan kemampuan sumber daya manusia
dan ketersediaan dana dan sumber daya lainnya, serta kondisi lingkungannya.
Dengan demikian, meskipun nantinya diharapkan terwujud pelayanan kesehatan yang
adil dan merata, tidak berarti seluruh pelayanan kesehatan harus menyediakan
pelayanan non diskriminatif bagi seluruh rakyat untuk seluruh jenis pelayanan.
Prinsip adil dan merata secara bertahap diupayakan sesuai kemampuan yang
dimiliki.
Untuk dapat melaksanakan SKN yang memenuhi prinsip umum
dan prinsip dasar dari masing-masing subsistemnya yang disesuaikan dengan
kemampuan diri dan lingkungan, dibutuhkan manajer-manajer di sektor publik
maupun di masyarakat, termasuk swasta. Manajer tersebut harus mempunyai
kompetensi khusus dan mempunyai komitmen kuat dalam upaya mencapai tujuan
pembangunan kesehatan.
Sistem Kesehatan Nasional merupakan
sistem terbuka yang berinteraksi dengan berbagai sistem nasionalnya sebagai
subsistem dari Ketahanan Nasional, bersifat dinamis, dan dalam pelaksanaannya
selalu mengikuti perkembangan, baik nasional, regional, maupun global.
Sistem Kesehatan Nasional harus selalu
mampu menjawab peluang, tantangan, dan perubahan lingkungan strategis nasional,
regional, maupun internasional. Oleh karenanya, semua pemangku kepentingan
wajib memantau kinerja dan kendala yang dihadapi SKN. Oleh karenanya, SKN perlu
disesuaikan atau diubah secara berkala sesuai dengan perubahan lingkungan
strategis.
Pengaruh
global sebagai konsekuensi era globalisasi ini di segala bidang menyebabkan pemerintah
lebih meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat untuk menjamin
masyarakat dengan adanya perkembangan teknologi yang sangat cepat sehingga
permasalahan kesehatan dapat teratasi demi kepuasan masyarakat. Pemenuhan
kebutuhan kesehatan masyarakat disusun dalam suatu program kesehatan nasional
yang disebut Sistem Kesehatan Nasional.
Aplikasi SKN 2009 menumbuhkan gesekan-gesekan antara
penyelenggara kesehatan baik swasta maupun pemerintah dan masyarakat sebagai
pengguna jasa pelayanan kesehatan. Untuk melindungi kepentingan penyelenggara
pelayanan kesehatan dan penerima jasa pelayanan kesehatan maka dibentuklah
hukum kesehatan. Dengan hadirnya Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
ini akan membawa perubahan dalam bidang pelayanan kesehatan baik perseorangan
maupun masyarakat, Serta memberikan perlindungan yang maksimal bagi masyarakat.
F. Kepustakaan
Hanafiah, Jusuf M, 2009, Etika Kedokteran dan Hukum
Kesehatan, EGC, Jakarta
Best Publiser, 2009, Undang-undang Kesehatan dan Praktik
Kedokteran, Best Publisher, Yogyakarta
Pengatar Teori Hukum, Nusa Media, Jakarta. Koeswadji,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar